1/17/2009

Rumahku Surgaku [2]

Disuatu tempat yang antah berantah, disuatu waktu yang tak tentu …

Suasana malam itu rasanya agak berbeda, terasa cuaca dingin begitu menyengat hingga kedalam tulangku, angin menyusuri alam ini dengan kencang dan cepatnya membuat daun-daun dipepohonan sekitar rumah panggungku bergoyang-goyang tak tentu arah.

Kulihat bulan saat itu sedang purnama, begitu bulat sempurna dan terangnya sangat indah memukau hati yang memandangnya.

KebesaranNya yang Dia tunjukkan dialam semesta ini memang tak pernah henti membuatku terpesona dan terkagum-kagum.


Kuputar pandangan mataku menatap suatu sudut didalam rumah panggung yang kecil mungil dan sederhana itu, sampai mata ini terbentur melihat seraut wajah cantik yang anggun sedang tertidur diatas kursi kayu dekat perapian.

Kutatap wajah anggun itu dengan pandangan mata yang terpesona. Sebuah wajah yang selalu membuatku merasakan jatuh cinta, seperti saat aku bertemu pertama kalinya dulu dengannya.

Tak sadar bibirku tersenyum menatap wajah istriku itu yang sedang tertidur pulas.

Cuaca yang sangat dingin ini kemudian menyadarkan aku, kulihat istriku tertidur diatas kursi panjang itu sambil menggelungkan badannya karena kedinginan, dan dia tidak memakai selimut, hanya mengenakan sweater warna coklat yang pernah kuberikan padanya dulu.

Segera kuambil sebuah selimut tebal, dan kututupi seluruh tubuhnya dengan selimut itu agar bisa memberikan rasa hangat yang lebih lagi untuknya.

Uhm.. kini aku memandang istriku lebih dekat lagi. Kucium keningnya dan kedua pipinya. Rasanya tidurnya sudah sangat lelap, mungkin karena letih, sehingga ciumanku pun tidak membuatnya terbangun, ya memang aku tidak berharap dia terbangun, aku ingin memandangi wajahnya yang sedang tertidur pula situ.


Teringat olehku dulu, aku pernah bertanya padanya sebelum dia menjadi istriku, “apakah akan ada penyesalan disuatu hari nanti jika kelak dia menjadi istriku?”.

Jawabannya, “tidak akan pernah ada penyesalan, bahkan jika memang ada penyesalan didalam hatiku ini, maka penyesalan itu adalah sebuah penyesalan jika aku tidak bisa berdampingan denganmu untuk mencintaiNya”.

“Lantas, apa yang akan terjadi jika seandainya memang tidak pernah dipersatukan?” tanyaku lagi padanya.

“aku tidak akan menyesali lagi apa yang sepatutnya kusesali, jika semua jalan yang kutempuh untuk bisa hidup bersamamu, tidak bisa membawa dirimu menjadi bagian hidupku, dan semua jalan yang kau tempuh untuk bisa hidup bersamaku, tidak memberikan pilihan untuk bisa menyatukan cinta ini”.

Uhm.. jalanku dan jalannya memanglah dulu sangat berat, begitu banyak cobaannya, banyak rintangannya dan godaannya. Tapi jika kehendakNya memang sudah ditetapkan untukku dan untuknya, maka semua yang pernah terasa berat dulu itu, kini menjadi sesuatu yang berbuah kebahagiaan.

Tiba-tiba istriku terbangun, hehe dia terkejut saat menyadari bahwa ada aku disamping sedang memandangi wajahnya.

“kenapa belum tidur ?” Tanya istriku. “ya, sebentar lagi, aku sedang menikmati cahaya bulan yang saat ini sedang bersinar terang, sekedar ingin merasakan kedamaiannya”, jawabku.

Lalu istriku memeluk tubuhku, “uhm, badan kamu dingin sayang?”, lalu dia menutupi tubuhku dan tubuhnya dengan selimut yang kuberikan tadi, kemudian semakin mempererat pelukannya terhadapku.

“udah dulu liat bulannya, ga usah sampai harus keluar kan lihatnya, disini juga ada cahaya bulan yang ga kalah indah kok dengan bulan yang kamu liat diatas angkasa situ, he he he”. Aku tersenyum mendengarkan kata-kata istriku itu, dalam hatiku aku berkata “memang cahaya bulan yang kulihat itu ada didekatku saat ini, yang cahayanya lebih bisa membuatku merasa nyaman dan damai” cahaya itu adalah cahaya dari istriku tercinta ……


1 comment:

  1. Anonymous1/23/2009

    pengen jadi istri seperti yang kamu tulis itu.

    ReplyDelete