2/08/2009

Akhirnya kutemukan satu jawaban .. 1

Memang suatu proses yang harus dijalani pada akhirnya akan selalu ada hikmah dan juga ada sesuatu yang membuka hal yang tertutup selama itu.
Terlalu lama sudah pertanyaan ini tersimpan tak pernah terjawab dan mendapat jawaban dari seseorang yang begitu kuharapkan jawaban itu muncul darinya.

Tanpa sengaja proses hypno yang kuminta pada seseorang untuk bisa melupakan segala perasaan ini, ternyata membawaku untuk mengenali sesuatu dan dari situ aku mendapatkan jawabannya.
Sebenarnya jawaban ini telah lama kudapatkan, tapi tidak bisa kuyakini sebagai jawaban yang benar, karena kurasa jawaban itu hanya muncul dari seseorang seperti aku yang bodoh dan tidak mengerti tentang itu.

Pertanyaan yang muncul itu adalah, kenapa hati seseorang itu tidak bisa terbuka terhadapku, kenapa hati itu harus tertutup.
Ternyata….
Dalam diri manusia ada yang disebut dengan hati, dimana hati itu mempunyai dua ruangan, satu ruang kebaikan dan satu lagi ruang keburukan. Orang-orang sufistik seringkali menyebut kedua ruang itu adalah surga dan neraka.
Setiap ruang itu bisa terciptakan banyak lagi ruang, tentu saja manusia itu sendiri yang menciptakan ruang-ruang baru tersebut. Seperti surga, ruang kebaikan itu biasa kita masuki saat kita merasakan senang, bahagia, merasa enak, nyaman, damai, dan berjuta perasaan-perasaan lain yang sangat menyenangkan dan indah-indah. Begitu juga ruang keburukan, seperti neraka, dan biasa kita masuki saat kita merasakan gelisah, khawatir, rasa takut, cemas, tidak nyaman, tidak enak, tidak damai, sedih, marah dan masih banyak lagi. Dan masing-masing ruang itu masih bisa kita ciptakan ruangan baru, tergantung kita, apa kita mau menambahkannya atau tidak, mau menambah banyak lagi ruang-ruang neraka, atau mau menambahkan ruang-ruang surga.

Ok, kembali pada jawaban yang kutemukan. Ternyata yang telah membuat hati seseorang itu menjadi tidak bisa terbuka dengan luas dan lapang hati, karena dia telah menciptakan ruang sakit hati dan kebencian dalam ruangan hatinya itu terhadapku. Sudah sejak lama dulu aku tahu bahwa dia pernah menciptakan ruang sakit hati itu untukku, dan apa yang dia ciptakan itu datang karena rasa cemburunya terhadap seseorang, dan juga karena pemikirannya yang lain-lain hingga menyebabkan apa yang dia rasakan itu malah semakin kuat dan nyata, seakan-akan apa yang dia rasakan didalam diriku itu adalah benar dan pasti benar. Tanpa sadar dia sebenarnya disitu seharusnya bisa menjadi mengerti, bahwa itulah rasa cemburu, dan saat cemburu itu datang, itu disertai dengan rasa yang tidak nyaman, kekhawatiran dan ketakutan akan kehilangan. Pada saat ketakutan dan kekhawatiran itu berlebihan, segala macam yang ada dihati pun dibenarkannya tentang aku. Khawatirnya karena merasa ce yang satu itu lebih baik daripadanya, belum pernah menikah, tidak punya anak, masih single, dan baik orangnya.
Uhm… sampai saat ini sepertinya dia masih merasa yakin bahwa apa yang dia rasakan tentang aku itu benar.

Akhirnya ruang sakit hati itu tercipta didalam hatinya. aku pernah bilang padanya, lebih tepatnya bertanya, kenapa bisa rasa sakit hati itu lebih diatas rasa cinta dan sayangnya terhadapku, tapi pertanyaan itu tak pernah bisa dijawabnya.
Sekarang aku tahu, saat ruang sakit hati itu tercipta, maka dengan mudah dan setiap saat kita bisa kembali masuk ke ruangan itu lagi, bahkan karena dipertahankan adanya ruangan itu didalam hati kita, pada saat kembali menemui permasalahan, maka hal sekecil apapun akan sangat mudah membawa diri kita untuk kembali pada ruang sakit hati itu, bahkan sakit hati itu akan semakin bertambah besar disertai juga rasa benci.
Akibat dari adanya ruang itu dalam hati kita, sulit akhirnya untuk bisa melihat sesuatu dari orang yang kita anggap menyakiti hati kita ini untuk bisa terlihat kebaikannya, selalu terbayang semua yang menyebabkan rasa sakit hati itu. Apapun akhirnya yang berusaha untuk dijelaskan pada yang empunya ruang sakit hati dan kebencian itu tidak akan bisa masuk pada saat dia sudah benar-benar yakin dan haqul yakin dengan anggapannya bahwa orang itu memang telah benar-benar menyakiti hati.
Lalu kulihat pada kejadian yang kualami, yah memang tepat seperti itu yang terjadi. Dia tidak pernah mau mendengarkan penjelasan. Sekalipun dulu dia sudah meminta maaf dan berkata bahwa dia telah salah, tapi ternyata maafnya itu tidaklah tulus, karena belakangan kutahu dia masih menyimpan sakit hati itu. Sehingga hal ini sangat sesuai sekali dengan pemahaman yang kudapatkan itu.

Kemudian, pada saat cinta itu akan timbul kembali seiring waktu, ternyata cinta itu tidak akan pernah terbuka selama ruang sakit hati itu masih tersimpan, masih terbentuk dalam sekat ruang keburukan diri kita. Hati akan sulit untuk bisa merasakan cinta dari seseorang yang telah kita anggap menyakiti hati kita, karena sakit hati itu menjadi duri yang akan siap mengoyak kembali dalam kesadarannya. Bisa diibaratkan orang yang telah menyakiti hati kita itu telah mendapatkan cap sebagai seseorang yang pernah menyakiti hati dan itu berarti seseorang itu sudah mempunyai nilai yang buruk.
Selama itu cap itu masih kita lekatkan pada diri orang, maka itu akan terus menghantui dan terus membenarkan apa yang kita anggap, dan selama itu juga kita masih saja berdiam dan merasa betah didalam ruangan sakit hati yang telah kita ciptakan itu.

Ya.. ternyata itulah jawabannya, jawaban yang mungkin tidak akan pernah dia sadari juga, bahwa itulah yang selama ini telah menutup hatinya untukku, itulah yang menyebabkan hatinya sulit untuk bisa terbuka. Tentu saja sulit dan tertutup itu hanya akan tertuju pada orang yang kita anggap telah menyakiti hati kita saja.

Uhm, bisa kubayangkan, dulu dia pernah sakit hati, dan itu dia akui, dan tetap tidak bisa terima kebenaran dari apa yang kujelaskan. Kemudian, kembali dia merasa sakit hati, karena aku hanya ingin mencoba melindunginya dari seseorang yang punya maksud tidak baik terhadap dia, lalu lagi-lagi dia sakit hati karena ucapanku, ucapan yang keluar karena dia hanya diam saat aku meminta jawaban, mencari jawaban agar tidak bingung dan terombang-ambing perasaan yang tidak menentu.
Ternyata benar, apabila kita telah menciptakan sebuah ruang, baik itu dalam ruang keburukan ataupun dalam ruang kebaikan, maka kita akan kembali memasuki ruang itu, sekalipun ruang itu adalah ruang keburukan, sekalipun yang diciptakan oleh diri kita itu adalah hal yang tidak menyenangkan, membuat kita sedih, marah, benci, sakit hati dan lain sebagainya. Intinya, kita akan terperangkap oleh ruang atau sekat hati yang terciptakan itu berlama-lama, bila kita tidak merubah jalan pikiran dan menelaah kembali apakah benar dan memang sudah pada tempatnya kita sakit hati pada seseorang atau tidak, apakah benar apa-apa yang kita anggap seseorang itu telah membuat kita sakit hati ataukah sesuatu yang salah kita lihat dari orang. Tapi walau bagaimanapun juga tentu yang terbaik adalah tidak pernah membuat diri kita sakit hati, dengan lebih membuka hati dan pikiran kita dalam menyikapi sesuatu hal, baik dan buruknya, sebelum hal itu menyebabkan kita membuat ruang hati yang khusus yang akan kita rasakan sendiri.


Akhirnya kutemukan satu jawaban .. 2

Selama dalam kebingungan mencari jawaban itu, memang aku terus masuk dalam gelombang kebingungan dan kegelisahan yang cukup panjang.

Namun kini pada akhirnya, aku akan tetap seperti ini, aku tidak harus mengakui sesuatu yang memang tidak kulakukan, aku tidak harus mengiyakan sesuatu yang memang tidak kurasakan. Bagaimana mungkin aku harus membohongi diriku sendiri, tidak juga untuk hanya sekedar menyenangkan hati seseorang.

Pelajaran lainnya yang juga sebenarnya sudah kusadari sejak lama, bahwa aku tidak boleh berdiam dalam menyikapi sesuatu yang salah, terlebih lagi itu hanya kesalahpahaman saja. Tidak bisa kubiarkan sesuatu yang salah paham itu terus bertahan dalam diri seseorang sebagai sesuatu yang terus diyakininya benar. Namun ada batasnya, dimana setelah kita coba perbaiki itu dengan semampu kita, coba jelaskan itu agar bisa bertemu kesepahaman dan terbukanya pikiran dan menyikapi sesuatu, dan apa yang sudah menjadi niat baik kita itu tidak bisa ditanggapi lagi dengan hati yang terbuka, maka lepaskanlah, tidak perlu lagi berseteru, kembalikan semua hal tersebut pada Yang Maha Tahu, karena Dia pasti tahu kebenarannya dari semua hal yang terjadi di alam semesta ini. Tidak perlu kita terus berkeras untuk memperbaikinya, karena niat kita sudah memperbaiki hal tersebut dan Dia lebih pasti bisa menilai semuanya dengan seadil-adilnya. Yang salah adalah, apabila kita hanya berdiam dan berpangku tangan saja tidak melakukan apa-apa untuk mencoba menyelesaikan dan memperbaikinya.

Dulu, rasa sakit hati yang dia ciptakan terhadap diriku itu benar-benar menusuk sangat dalam, merajam dan menciptakan kegelisahan dan kesedihan yang teramat sangat.

Semua itu kurasakan karena aku begitu kehilangan seseorang yang telah begitu melekat didalam hati. Rasa kehilangan itu harus ditambah dengan rasa sakit hatinya yang menghujam kedalam hatiku seperti anak panah yang tajam, sehingga yang ada dan terasa adalah penderitaan yang begitu berat saat itu.

Uhm.. ya, hal tersebut akhirnya membuat aku menciptakan ruang penderitaan dalam banyak sub-sub ruangnya. Ruang kegelisahan, ruang kesedihan, ruang rasa kehilangan, ruang kekecewaan, ruang kepedihan, dan ruang-ruang lainnya yang terus membuat aku harus tersungkur karena ciptaanku itu.

Syukurlah, ternyata semua sikapnya, termasuk hal yang paling mungkin bisa membuat aku menciptakan ruang sakit hati dan kebencian juga kepadanya dulu, tidak pernah mendapat kesempatan dalam diri ini. Karena aku masih bisa memasuki ruang rasa cintaku kepadanya, dan ruangan itu selalu berdiri diatas ruang-ruang lainnya. Ruang-ruang lain itu maksudnya adalah, ruangan-ruangan yang mungkin bisa membawaku masuk kedalam ruang keburukan. Sampai detik ini, saat ini, hanya sampai pada ruang kekecewaan saja atas semua yang pernah kurasakan darinya, dan tidak akan pernah berubah menjadi ruang sakit hati dan ruang kebencian.

Untuk keluar dari ruang-ruang itu, ternyata kita harus bisa menempatkan diri kita kedalam sebuah ruangan yang lain, bukan didalam ruang keburukan juga bukan didalam ruang kebaikan. Karena selama masih berada didalam situ, maka kita akan terus berbolak-balik, itulah sifat sang qalbu.

Ruang yang lain itu adalah ruang dimana tidak lagi kesenangan dan ketidaksenangan itu mencampuri jiwa kita, kita akan menjadi berada diantaranya, sehingga lebih bisa menilai dan menyikapi sesuatu itu dengan lebih luas dan lapang hati tanpa terjebak oleh salah satu dari ruang yang selalu ada dalam diri kita itu. Jadi tidak lagi akan dipengaruhi oleh emosi, ataupun kesenangan yang mungkin hanyalah kesenangan sesaat saja.

Bukan hal yang mudah, tapi juga mungkin tidak akan menjadi sulit jika kita memang mau memasuki ruang jiwa yang tenang itu.

Mudah-mudahan aku bisa masuk kedalam ruangan yang indah itu, agar tidak lagi terbawa arus hati yang terombang-ambing dan berbolak-balik.

Kuingat aku punya seorang teman, oleh teman-temanku yang lain seringkali dia mendapatkan sindiran atau ejekan atau panggilan yang tidak enak didengar, dari mulai si panuan, si kurapan, si kudis dan lain-lain hehehehe. Tentu saja kita yang mendengarnya saja sudah merasa tidak enak, tapi hal seperti itu tidak pernah membuat dia sakit hati terhadap panggilan-panggilan yang jelek itu, karena menurutnya “kenapa harus sakit hati ? sedangkan aku tidak seperti yang disebutkan oleh mereka-mereka itu, aku tidak berpanu, berkurap dan kudisan, badanku bersih :] jadi tidak ada alasannya untuk sakit hati atas sesuatu yang memang tidak kurasakan, tidak kumiliki dan tidak pernah ada, itu hanya sebutan-sebutan yang keluar dari mulut orang saja, dan cukup baginya bahwa dia tahu dirinya tidak seperti yang sering dijuluki orang kepadanya”

Aku pun jadi teringat, aku dulu seringkali dipanggil si galing, si domba, dan lain sebagainya, tapi aku tidak pernah merasa sakit hati, karena pertama, aku memang memiliki rambut yang ikal, hingga wajar saja kalau orang memanggil aku si galing, toh kenyataannya memang seperti itu so what ? aku tidak marah dipanggil si domba, karena aku manusia dan bukan seekor domba, jadi kenapa harus sakit hati hanya karena panggilan-panggilan atau ucapan-ucapan yang dibuat-buat orang, aku hanya tinggal berkata dan menjelaskan saja kepada mereka, bahwa aku adalah manusia seperti mereka juga, bukan seekor binatang.

Ya… sangat mudah, tinggal menjelaskan saja, tidak harus sakit hati, tidak harus membenci orang, kalau kita benar, kenapa tidak kita jelaskan kebenarannya, tapi kalau apa yang dikatakan orang itu memang benar, kenapa tidak diterima saja dengan tulus, karena kenyataannya memang sama.

Uhm.. aku begitu bersyukur, dalam pertemuanku dengan dia yang dulu begitu kuharapkan, begitu kuinginkan, dan pada akhirnya mungkin bukanlah sesuatu yang mendapatkan kehendakNya untuk dipersatukan, aku mendapatkan begitu banyak pelajaran, begitu banyak pemahaman, baik itu pemahaman yang sudah lama kudapatkan dan saat menghadapi ini dikuatkan pada diriku, maupun pemahaman-pemahaman yang baru. Aku sangat berterima kasih padanya, lewat dia aku diajarkanNya, aku diperlihatkanNya.

Dulu aku begitu berharap bisa merasakan semua ini bersama-sama dengannya. Saat ini yang kuharapkan hanyalah, agar dia bisa menyadari rasa sakit hatinya terhadapku dengan pikiran yang lebih terbuka, agar dia bisa melihat yang sebenarnya tentang apa-apa yang kurasakan dan semua yang telah pernah kulakukan juga ku ucapkan kepadanya.

Tapi bila itu tidak pernah terbuka, maka cukup Dia yang tahu apa yang sebenarnya.

Tidak harus lagi kucampuri urusannya, dan tidak boleh lagi ku ganggu kehidupannya, karena dia sudah memilih saat ini, memilih jalan hidupnya.

Semoga keluarganya saat ini akan semakin harmonis dan penuh cinta, dipenuhi kebahagiaan dan dijauhkan dari kemunafikan dan juga masalah, amien …


2/05/2009

Berhala …

Kata berhala ini seringkali kita dengar pada masa kehidupan para nabi dulu, tapi sebenarnya ternyata berhala itu tidaklah pernah hancur kisahnya, akan selalu ada dan ada dalam setiap masa. Tentu saja bentuk berhalanya yang saat ini sudah berubah, sudah menjadi lebih samar dan absurd.
Kalau pada jaman dahulu kala, berhala itu dalam bentuk patung-patung, simbol-simbol alam, manusia, maka pada saat ini sudah lebih banyak lagi berhalanya dibandingkan pada masa lalu itu.

Pengkultusan terhadap seseorang pun sudah menjadi sebuah berhala, seperti yang ada pada beberapa agama yang mengagung-agungkan sosok manusia sebagai Tuhan, ilmu pengetahuan, kesombongan, semua menjadi berhala yang samar dan tidak jelas. Sehingga terkadang batas antara berhala dan bukan menjadi sangat tipis, menyebabkan banyak manusia tidak menyadari bahwa sebenarnya telah menyembah berhala.

Bila dalam islam sudah sangat jelas bahwa yang wajib dicintai dan disembah itu hanya Allah, tapi dalam prakteknya banyak umat yang justru sudah menyimpang. Kebanyakan masih menggunakan perantara-perantara dalam mencapai Tuhan. Sebut saja contohnya dalam praktek tawasulan, seringkali orang-orang suci jaman dulu dijadikan perantara untuk terhubung dengan Tuhan dan mengharapkan mendapatkan karomah dan ilmu dari para orang suci dulu, seperti para sahabat nabi, syekh abdul qadir jaelani dan lain sebagainya. Dalam prakteknya, ada juga yang dinamakan dengan tawajuh yaitu menghadapkan diri kita terhadap wajah sang mursyid..

Bila sudah jelas bahwa untuk mencapai Tuhan itu tidaklah ada perantaranya, tidaklah ada yang bisa menghubungkannya, lantas bagaimana mungkin sosok manusia bisa mengantarkan manusia lainnya untuk mencapai Tuhan ? sedangkan nabi Muhammad saja tidak bisa membawa umatnya untuk mendapatkan jaminan keselamatan, karena keselamatan itu datangnya hanya dari kehendak Dia langsung, bukan karena kehendak manusia.

Manusia jadi terjebak dengan berbagai praktek spiritual dan laku spiritual yang konon menjanjikan pencerahan dan pertemuan dengan Tuhan. Banyak praktek-praktek yang bisa membuat seseorang menjadi menangis sesenggukan, merasakan ketenangan batin yang luar biasa, baik itu melalui meditasi, tawajuh, wirid, dan lain sebagainya. Tapi ternyata dalam sebuah prakteknya, bila seseorang misalkan saja membacakan wiridan atau bertawajuh atau bertawasul, dengan dibimbing ataupun seorang diri dan kemudian ditanamkan kedalam hati dengan benar-benar, itu memang bisa menyebabkan seseorang itu tenggelam dalam tangis keharuan, tangis kebahagiaan, masuk dalam sebuah alam ekstasi yang menyenangkan hingga seseorang itu akan kembali ingin mengulang dan mengulang praktek itu kembali, sebab merasa tercapai kebahagiaan batin dan ketenangan hati.

Padahal itu tidak lebih dari sebuah sensasi fisik dan emosional sesaat, seperti halnya sebuah zat psikotropika mereka akan menjadi kecanduan untuk mengalaminya lagi dan lagi. Tapi saat menghadapi dan masuk kembali kedalam kehidupan yang sebenarnya, mereka tidak mengalami perubahan apa-apa, karena yang mereka dapatkan tidaklah lebih dari sebuah sensasi semata tanpa ada manfaat ataupun menjadi merubah seseorang itu secara signifikan menjadi seseorang yang benar-benar mengalami perjalanan spiritual.
Ya…perjalanan spiritual, mereka lantas menganggap bahwa kondisi itu adalah telah tercapainya sebuah perjalanan spiritual.

Tapi tentu saja tidak ada yang salah bagi mereka yang menempuh jalan itu, tidak ada yang salah dengan sensasi-sensasi kenikmatan batiniah yang mereka rasakan itu, karena bukan berarti tidak ada yang bisa mencapai pencerahan spiritual dengan cara-cara seperti itu..
Namun, kenapa harus menempuh laku spiritual yang hanya menimbulkan kenikmatan atau sensasi semata ? sementara yang dituju bukanlah sensasi, tapi sebuah jalan, sebuah pencerahan untuk mencapai kesadaran Tuhan yang sebenarnya yang dimulai dengan menyadari diri sendiri terlebih dahulu, dan tidak ada manusia yang bisa membuat orang lain itu menjadi sadar kecuali atas kehendakNya sendiri.

Saat aku kenal dengan seseorang dalam sebuah komunitas spiritual yang sudah cukup lama berkutat didalamnya dalam hitungan tahun, ternyata kulihat tidak ada perubahan yang signifikan yang bisa dia dapatkan dari tempat itu. Memang menurut penuturannya, dia adalah seseoran yang rajin sholatnya, sering bertafakur dimalam hari dan bertawajuh. Tapi sangat mengagetkan pada saat dia ternyata adalah orang yang memandang seks itu adalah kebebasan, tidak harus melakukannya setelah menikah.
Uhm, dan menurutnya orang yang memandang seks itu harus menikah dulu adalah orang yang terikat oleh syariat agama. Dia menganggap bahwa ajarannya yang diterima itu adalah ajaran menuju makrifat, tapi yang kutahu bukan seperti itu makrifat.

Belum lagi kulihat ternyata dia masih saja menjadi orang yang saat menghadapi penderitaan hidup harus lari dan dari kenyataan dan tidak ikhlas dan pasrah menerimanya. Ah, rasanya kok sama saja dengan aku. Kupikir dia akan menjadi orang yang sudah lebih bisa menghadapi kenyataan hidup.
Menurutnya, saat dia menjalani laku spiritual yang diajarkan dikomunitasnya, dia merasa mendapat ketenangan yang luar biasa, sebuah pertemuan dengan yang Maha Tinggi. Seharusnya bila memang dia sudah mencapai tingkatan itu, pada saat dia keluar dari “proses” itu dan kembali kepada dunia yang nyata ini, dia sudah menjadi orang yang sabar dan pasrah menerima ketetapan hidup, pahitnya hidup.
Kalau masih begitu, lantas apa yang sebenarnya dia lakukan selama bertahun-tahun itu ? apa yang dia dapatkan ?

Dalam praktek yang lainnya, seseorang itu haruslah bermursyid, yang silsilahnya langsung dari nabi Muhammad, sehingga bila tidak bermursyid kesitu akan dianggap tidak sah dan tersesat. Sang mursyid pun akhirnya diagung-agungkan, dikultuskan. Loh …. Apa harus bermursyid untuk mengenal Tuhan ? apa harus ada perantara ?

Uhm, jiwa ini akhirnya terombang ambing tak menentu, ingin mengenalNya malah harus mengenal yang lain-lain. Laku spiritual tidak lagi melihat pada dasar tuntunan yang sudah diturunkanNya lewat Al-quran, sehingga tidak lagi dipikirkan apakah jalan itu memang bisa membawa pencerahan atau tidak, cukup dengan mendengar bahwa ditempat A banyak orang yang menemukan pencerahan maka kita pun akan belajar kesana, sekalipun harus menempuh perjalanan yang jauh. Laku spiritual yang membuat sakit diri sendiri dan juga melelahkan pun dilakukan, karena dianggap untuk melepaskan dan belajar menderita. Ekstasi-ekstasi yang ditimbulkan dari laku spiritual pun akhirnya menjadi candu untuk mencari ketentraman hati dan pencerahan.

Candu itu pun akhirnya bisa saja menjadi berhala, karena laku spiritual itu dianggap lebih bisa membawa seseorang bertemu Tuhan dibandingkan syariat yang sudah diwariskan oleh nabi yang diperintahkan langsung olehNya.