1/17/2009

Cinta atau Nafsu … ?

Dulu aku mengenal seorang wanita secara tidak sengaja sewaktu aku masih sering berconference ria di YM bersama orang-orang yang katanya sih mempunyai kedalaman pemahaman tentang spiritual.
Awalnya memang pernah kulihat beberapa kali walau jarang ID nya muncul di conf itu. Setelah beberapa bulan sejak saat itu, entah kenapa tiba-tiba dia tergerak untuk PM denganku, dan pembicaraan dimulai dengan hal yang biasa saja, yaitu dia membahas status message yang kubuat di YM ku.
Kemudian lambat laun mulai dia suka bercerita tentang dirinya, mulai dari hobinya, sampai hidupnya. Ternyata dia akhirnya kuketahui sudah pernah menikah dan berpisah setelah memiliki dua orang anak dari suaminya dulu.

Tiba-tiba saja suatu hari dia meminta no telp hp ku, tapi aku tidak mau memberikannya dengan berbagai macam alasan, uhm yang jelas saat itu aku memang sedang tidak mau berhubungan dengan siapapun. Akhirnya setelah sekian lama, baru kuberikan juga no hp ku, katanya ada banyak hal yang mau dia bicarakan dan tanyakan, menurut dia, dia akan banyak menanyakan hal-hal tentang spiritual kepadaku.
Uhm, mendengar hal itu, langsung kubilang, kalau itu yang mau dia bicarakan, tentang hal-hal yang berbau spiritual, aku bukanlah orang yang tepat untuk diajak bicara karena aku bukan seorang spiritualis dan pengetahuanku tentang hal itu sangatlah dangkal, justru aku pun masih butuh banyak menggali dan belajar lagi untuk memahami spiritual.

Pembicaraan akhirnya lebih banyak mengenai dirinya sendiri, mengenai kehidupan pribadinya, bahkan yang terlalu amat pribadi menurutku dan tidak sepantasnya untuk diceritakan kepadaku, terlebih lagi aku hanya orang yang masih baru saja dia kenal untuk tahu tentang hal itu.
Tapi dari pembicaraan ini, aku jadi mengetahui beberapa hal juga tentang cinta, dan aku bersyukur dipertemukan dengan dia.
Saat kutanya, kenapa dia bisa bercerita dengan begitu jujur dan sangat terbuka terhadapku, jawabannya cukup mengejutkan, karena dia bilang, menurut perasaan hatinya, intuisinya, aku ini adalah soulmatenya.
Dan karena semua perasaan itu, menurut dia, menimbulkan sebuah kepercayaan yang amat tinggi kepadaku, sebuah keyakinan bahwa aku adalah orang yang tepat untuk bisa dia ajak bicara tentang segala hal, dan tidak ada yang perlu ditutup tutupi menurutnya.

Dia bercerita, bahwa dia berpacaran dengan seorang pria yang umurnya jauh terpaut dari usianya sendiri, lebih dari 10 tahun perbedaannya. Seseorang yang dia kenal karena kedekatan semasa dia bekerja di kantornya dulu. Umur wanita ini sendiri terpaut 6 tahun dari usiaku.
Lalu, entah bagaimana ceritanya, menurut dia akhirnya hubungan itu pun semakin jauh, dia memberikan segala-galanya terhadap pria itu karena cintanya, terlebih lagi saat wanita itu diyakini sebagai wanita yang paling dia cintai dan sayangi serta akan dinikahi oleh pria itu.
Waktu itu, wanita ini mengetahui pasti, bahwa sang pria memang masih perjaka, seks masih menjadi “angan-angan” saja baginya, tapi sejak saat percintaan itu terjadi, sang wanita pun menjadi guru pertamanya yang mengenali dunia itu.
Setiap pertemuan buat mereka akhirnya tidak pernah lepas dari yang namanya “bercinta”, bahkan mereka bisa melakukannya dimana saja saat mereka menginginkannya. Hebatnya lagi wanita ini saking cintanya terhadap pria itu, walaupun sedang tidak menginginkan “bercinta”, tapi jika pria yang dia cintai ini menginginkan, maka akan diberikannya. Kebebasan bercinta ini semakin dirasakan aman oleh sang pria karena sejak dari pernikahan dulu, wanita ini memakai alat pengaman agar tidak hamil lagi, sehingga hal itu dilakukan tanpa harus merasa was-was akan terjadi kehamilan.

Hubungan itu berlangsung cukup lama juga, sampai suatu hari, wanita ini mengetahui perselingkuhan pria yang dicintainya.
Bukan hanya perselingkuhan biasa, tapi pria yang dicintai ini juga sudah tidur dengan wanita lain. Uhm .. dalam hatiku, “ya … berarti dirimu sudah menjadi guru yang baik buat dia dalam hal bercinta, dan saat ini sang murid sedang praktek bebas diluar”.

Satu hal yang sangat-sangat kuhargai dan salut terhadap wanita ini adalah, mungkin seumur hidupku ini, dia adalah wanita yang paling berani jujur terhadapku, tidak takut dan khawatir aku akan menganggapnya buruk atau murahan atau gampangan dengan semua kisah hidupnya yang dia ceritakan padaku.
Dia juga mengakui, bahwa dia juga tidur dengan pria lain, walaupun itu hanya dia lakukan sekedar “have fun”, tanpa perasaan cinta, hanya sekedar suka sama suka untuk melakukannya, untuk memenuhi hasrat biologisnya. Dan dia pun melakukan itu tentunya saat statusnya adalah berpacaran dengan pria muda yang dicintainya itu.

Menurutnya, pria muda ini juga adalah salah satu soulmatenya, karena buat dia soulmate itu banyak, ga Cuma satu orang. Karena hubungan soulmate itulah makanya ikatan batin ini begitu kuat terhadap dia, tapi sayang pria itu kurang menyadari tentang soulmate, menurutnya.

Setelah beberapa kali dia menelponku, bercerita tentang sakit hatinya karena diselingkuhi oleh orang yang dia cintai itu, tak jarang aku harus mendengarnya menangis sambil bercerita.
Lalu aku hanya bisa bilang padanya, bahwa aku berterima kasih, karena mendapatkan kepercayaan darinya bisa mendengarkan kisah hidup yang sangat pribadi ini, bahkan aku mendapatkan cerita ini begitu detil, seperti tak kurang satu cerita pun yang terlewat bila dia bercerita padaku. Kubilang padanya, apakah dirinya tidak sadar, karena cinta yang dia lihat itu adalah salah, itu bukan cinta, tapi itu nafsu, dan wanita ini adalah seseorang dengan nafsu yang besar.
Dan saat menempatkan “cinta” itu pada pria yang dia “cintai”, menyebabkan seseorang yang tadinya tidak mengenal dunia “bercinta” menjadi sangat mengenalinya, dan bahkan akhirnya menyebabkan dia menjadi budak nafsu yang harus menuntaskan nafsunya itu bila sudah memenuhi relung hasratnya, tidak peduli lagi kepada siapa dia harus menuntaskannya, buat dia akhirnya siapapun adalah sah-sah saja karena yang penting nafsunya bisa ditunaikan.
Wanita ini sama sekali tidak pernah mendapatkan cinta dari pria itu, dia hanya mendapatkan kepuasan nafsunya belaka, tidak dengan cinta. Akhirnya cinta tidak pernah ada, dan wanita ini sudah menyebabkan pria itu menjadi berubah, dari seorang yang alim, pendiam, menjadi seseorang yang dipenuhi dengan hasrat nafsunya sendiri. Sehingga menghalalkan semua cara untuk bisa memenuhinya.
Terlebih lagi, saat wanita ini ingin melepas kontrasepsinya yang selama ini dia pasang, sang pria itu tidak menginginkannya untuk dilepas, buatku saat dia menceritakan tentang itu, yang kutangkap adalah, tentu saja dia tidak ingin itu dilepas, dia sudah merasakan kenikmatannya tanpa harus merasa was was terjadi kehamilan, suatu hal yang sangat egois sekali menurutku.

Mendengar perkataanku, wanita ini kontan menangis semakin menjadi-jadi. Ada perasaan bersalah saat aku bicara seperti itu, tapi entah kenapa, aku sama sekali tidak merencanakan untuk bicara seperti itu, aku tidak ingin perkataanku menyakiti hatinya dan membuat dia merasa aku memandang rendah dirinya. Tapi kalimat itu keluar begitu saja tanpa bisa kutahan dari mulutku.
Setelah tangisnya mereda, dia berkata, dia selama ini tidak menyadari apa yang kukatakan tadi, dia mengakui mungkin memang karena hubungan cinta mereka selama ini akhirnya mengajarkan pria muda itu menganggap seks adalah hal yang wajar, bisa dilakukan tanpa ada ikatan pernikahan, bisa dilakukan dengan siapapun tanpa harus ada kata sah atau tidak sah melakukannya. Wanita ini merasa dia sudah menanamkan hal itu padanya.
Lalu kubilang, kalau memang dia merasa bersalah, sebaiknya melihat hubungan ini pun rasanya sudah tidak sehat lagi, sudah tidak ada tujuannya, karena yang satu bisa berselingkuh, yang satu lagi pun sama saja berselingkuh, hanya perbuatanya dipoles dengan kata “just for fun”, tetap saja itu selingkuh berat, terlebih lagi sampai bisa tidur bersama dengan orang lain, sementara berkata cinta dengan yang lainnya, sebaiknya tidak dilanjutkan lagi.

Lalu dia pun berjanji padaku, bahwa ya dia tidak akan melanjutkan hubungan itu lagi, dia juga akan berhenti untuk “bermain cinta” begitu bebasnya hanya just for fun seperti dia bilang. Aku hanya bisa tersenyum dan merasa senang jika memang dia bisa berubah, tentunya perubahan itu bukan untuk kebaikanku, tapi itu untuk dirinya sendiri, terutama untuk anak-anaknya, jangan sampai hal itu terjadi kelak pada anaknya.

Suatu hari, setelah beberapa lama aku tidak berkontak dengan wanita ini, tiba-tiba dia meneleponku lagi.
Uhm, diawali dengan senyum-senyum dalam teleponnya, kemudian dia mulai dengan kata, “maaf”, ternyata saya ga kuat, saya masih kembali sama pria itu lagi, saya masih membiarkan itu terjadi lagi, dan lagi, saya ga kuasa untuk menolak kalau dia minta, dan saya ga kuasa menahan hasrat yang ada dalam diri saya untuk dikeluarkan.
Uff… sebuah pengakuan yang sangat jujur…. Aku benar-benar salut dia mau begitu jujurnya mengatakan kelemahan dia padaku.
Aku lalu hanya bisa bilang, perubahan itu memerlukan waktu dan akan mengalami yang namanya proses, dalam proses itu akan banyak tantangan dan hambatannya, tidak mudah memang untuk melalui proses itu jika kita punya niat yang besar. Tapi yakinlah, kalau niat itu baik dan kamu sadari itu baik untuk diri kamu, seberapa pun besarnya halangan dan cobaannya, pasti kamu akan lakukan untuk bisa keluar dari permasalahan kamu.
Wanita ini pun lalu kembali menangis, dan kembali berjanji dengan dirinya sendiri, untuk bisa keluar dari hal itu, dan tidak menjadi seseorang yang tanpa sadar karena kebahagiaannya malah merubah seseorang menjadi orang lain yang tidak lebih baik lagi.

Aku hanya bisa berdoa, mudah-mudahan wanita ini diberi kekuatan untuk niat baik yang dia sadari, dan bukan hanya sekedar berucap denganku, serta diberi kemudahan dan jalan yang terbaik juga untuk hidupnya. Mudah-mudahan diberi pendamping yang benar-benar bisa mendampingi dia karena ketulusan, bukan karena sesuatu hal,…. Amien.



No comments:

Post a Comment